Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan maksiat sangat berbahaya bagi
hati dan pisik di dunia dan akhirat. Maka siapa saja yang masih hidup dengan
bergelimang maksiat, hanya akan merusak kehidupannya, dan mencelakakannya di
dunia dan akhirat. Perbuatan maksiat akan mempunyai pengaruh buruk, seperti :
Pertama, diharamkan memperoleh ilmu,
hal ini seperti diungkapkan Imam Malik, yang pernah terkagum-kagum dengan
kecerdasan Imam Syafi’i yang masih muda, memiliki ketajaman otak dan
kesempurnaan pemahaman terhadap Islam. Saat itu Imam Malik mengatakan, “Aku
melihat Allah telah meletakkan cahaya dalam hatimu, karena itu jangan kamu
padamkan dengan kegelapan maksiat”, ungkapnya.
Imam Syafi’i, yang alim dan zuhud dalam hidupnya itu, menguntai
bait-bait kata, yang menggambarkan pengalaman pribadinya
“Saya mengadu kepada guru ‘Waqi’ tentang mutu hafalanku yang
buruk, Maka ia mengarahkan agar aku meninggalkan maksiat, Ia berkata,
“Ketahuilah, ilmu adalah kemuliaan, dan kemuliaan Allah tidak akan diberikan
kepada ahli maksiat”, ucapnya.
Kedua, diharamkannya mendapatkan
rezeki. Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, bersabda, “Sesungguhnya seorang
hamba diharamkan dari rezeki karena maksiat yang ia kerjakan”. Orang-orang yang
maksiat dijauhkan dari rezeki. Karena, ada ahli maksiat mendapatkan rezeki,
yang mungkin bisa jadi banyak, tapi ketahuilah rezeki itu, tidak akan pernah
mendatangkan keberkahan dalam hidup si ahli maksiat. Justru rezeki yang
didapati itu, semakin membuat si ahli maksiat terperosok ke perbuatan durjana
dan kekafiran. Sebaliknya, perbuatan ketakwaan kepada Allah mendatangkan
rezeki, dan berapapun rezeki yang didapatkan itu akan mendatangkan keberkahan
bagi orang yang takwa, dan dapat mengantarkan kemuliaan disisi-Nya.
Ketiga, seorang yang melakukan
maksiat akan menemukan perasaan terasing, antara si pelaku maksiat dengan Allah
Azza Wa Jalla. Tidak mungkin orang-orang yang telah pekat dengan maksiat dapat
taat dan tunduk kepada Allah Robbul Alamin. Ia akan menjadi hamba setan, dan ia
akan menjadi terasing. Keterasingan itu tidak akan bisa diganti dengan segala
bentuk kenikmatan apapun di dunia ini. Semua jenis kelezatan di dunia
disatukan, maka tetap tak akan dapat memberi kepuasan dalam dirinya. Ia akan
sangat sengsara dalam hidup. Seorang ahli makrifat mengatakan, “Jika kamu
menemukan keterasingan dalam dirinya karena perbuatan dosa, maka segeralah
tinggalkan dan jauhi dosa dan maksiat. Tak ada hati merasa tenteram dengan
perbuatan dosa.
Keempat, keterasingan bukan hanya
antara manusia dengan Allah, tetapi akibat perbuatan dosa dan maksiat itu, yang
lebih berat juga akan mengasingkan pelakukanya dengan manusia lainnya terutama
mereka yang melakukan kebajikan. Semakin terasa asing perasaan itu, maka
semakin jauh hubungan antara mereka. Tidak mungkin orang yang ahli maksiat akan
berkkumpul dan berinteraksi dengan orang-orang yang selalu berbuat baik.
Seperti minyak dengan air. Orang-orang yang melakukan maksiat dan dosa
mendapatkan kutukan dan hukuman, sementara itu orang-orang yang melakukan
perbuatan kebajikan akan selalu mendapatkan berkah dan pahala. Orang-orang ahli
maksiat akan masuk ke dalam golongan ‘hizbusyaithon’, sedangkan orang-orang
yang selalu ta’at dan beramal sholeh sebagai ‘hizbullah’, yang akan mendapatkan
jaminan surga.
Kelima, orang yang suka melakukan
maksiat dan dosa, hidupnya akan mengalami jalan buntu pada setiap urusannya.
Sebagaimana orang-orang yang bertaqwa akan dimudahkan oleh Allah dalam segala
urusannya. Bagaimana akan dapat menemukan pintu—pintu kebaikan, sementara
dirinya menutup dengan perbuatan maksiat dan dosa,sehingga semua kemaslahatan
menutup pintu terhadap dirinya.
Keenam, perbuatan maksiat dan dosa
akan menimbulkan kegelapan hati. Kegelapan itu benar-benar nyata dalam hatinya,
seperti melihat dan merasakan gelapnya malam. Hal ini karena sesungguhnya,
ketaatan itu cahaya, sedangkan kemasiatan dan dosa itu kegelapan. Semakin
banyak maksiat yang dilakukan, maka akan semakin gelap hati orang itu.
Akibatnya, orang-orang yang mengerjakan maksiat dan dosa itu, pasti akan jatuh
ke dalam kekafiran, karena hatinya sudah terhijab (tertutup) oleh kemaksiaan,
dan kebenaran (al-haq) tidak mungkin lagi dapat menyentuh hatinya.
Ketujuh, perbuatan maksiat dan dosa
itu, juga akan melemahkan kekuatan hati. Orang yang banyak maksiat akan
kehilangan iradah (kehendak) dan azzam (tekad) yang kuat, karena hatinya yang
gelap akibat dosa itu, tak mungkin memiliki motivasi yang kuat. Orang yang
banyak maksiat berefek kelemahan fisik, karena hatinya yang lemah. Tapi, ada
juga orang yang fasik (ahli maksiat), kelihatan fisiknya yang kuat, tetapi
hakekatnya sangat lemah. Tidak akan memiliki saja’ah (keberanian), menanggung
beban hidup. Seperti sudah dikisahkan dalam perang Salib, bagaimana orang-orang
Romawi yang kelihatan pisiknya sangat kuat, tetapi dengan mudah dikalahkan
orang-orang mukmin.
Kelapan, orang yang melakukan
maksiat itu, pasti akan kehilangan wala’ (loyalitas) dan keta’atan kepada Allah
Azza Wa Jalla. Perbuatan dosa dan maksiat itu, membuat mereka tak dapat
berhubungan dengan Allah yang Mahasuci, dan menyebabkan terjauhkan dari
hubungan dengan Allah Rabbul Alamin. Karena itu, orang-orang yang sudah
terbelenggu dengan segala bentuk dosa dan maksiat, hidupnya pastti selalu
ingkar kepada Allah Azza Wa Jalla.
Kesembilan, orang-orang
yang hobinya berbuat maksiat, menyebabkan pendek umur.Risiko ini tak dapat lagi
dihindari. Orang-orang yang gemar minum, berzina, dan melakukan segala bentuk
perbuatan maksiat, akibatnya hanya akan memperpendek umurnya. Kalau diberi umur
yang panjang, tetapi hidup akan selalu tidak berkah, dan akan dihadapkan dengan
segala bentuk malapetaka, karena semuanya itu dari akibat perbuatan yang
menumpuk-numpuk dosa dan maksiat.
Sesungguhnya, rezeki, kematian, kebahagian, kesengsaraan,
kesehatan, sakit, kekayaan, dan kefakiran, semua itu sudah menjadi takdir. Tapi
Allah menjadikannya sebab kematian yang diakibatkan oleh perbuatan manusia.
Jadi takdir itu memang sebuah kemestian, tetapi Allah Rabbul Aziz memberikan
hak kepada manusia untuk melakukan ikhtiar. “Berhala-hala itu benda mati, tidak
bisa hidup”. (An-Nahl : 21).
Manusia dikatakan hidup, bila hatinya masih hidup. Hati yang
penuh dengan dosa dan maksiat akan mati, tidak dapat istijabah (menerima)
kebaikan dan petunjuk dari Allah Ta’ala. Umur itu hanya rentang kehidupan
manusia, yang bisa panjang dan pendek, semuanya Allah Azza Wa Jalla, yang
menentukannya.
Tetapi, betapa celakanya, bila manusia memiliki rentang umur
yang panjang, dan umurnya itu hanya digunakan untuk berbuat maksiat dan dosa,
dan berpaling dari Allah, maka sesugguhnya manusia telah kehilangan hari-hari
dari kehidupannya secara hakiki. “Ia mengatakan, Alangkah baiknya kiranya aku
dahulu mengerjakan (amal saleh) dalam hidupku ini”. (Al-Fajr : 24).
Begitulah nasehat Ibnu Qayyim al-Jauziyah, dalam kitabnya
Al-Jawabu Kafi, agar manusia menjauhi dosa dan maksiat, karena perbuatan itu
akan mencelakakan manusia di dunia dan akhirat. Wallahu’alam.